seluruh kisah ini terjadi di suatu hari jumat, mulai pagi hingga siang hari kira-kira setahun yang lalu...
di sekolahku, kami memberlakukan 'kartu hebat' untuk anak-anak yang tidak terlambat datang ke sekolah. mereka akan selalu mendapatkan cap di kartunya jika tidak terlambat dan akan mendapatkan hadiah di setiap akhir bulan jika kartunya penuh dengan cap.
pada suatu jumat, ada seorang anak yang biasanya tidak pernah terlambat tapi entah kenapa hari itu ia terlambat. ia datang tergopoh-gopoh hingga tasnya tertinggal di pelukan maminya. saat ia menghampiriku untuk mengecap kartu hebatnya, aku berkata, "maaf, kamu terlambat."
tidak disangka kata-kataku membuatnya kecewa. ia menangis dan melemparkan bakugan yang dibawanya dari rumah yang awalnya untuk dimainkan bersama teman-temannya di hari jumat itu.
bakugan adalah mainan berbentuk bola kecil yang ketika dilemparkan bola itu akan terbuka membentuk robot.
bakugan yang dilemparkannya entah meluncur kemana. ia langsung mencarinya sambil terus menangis. ketika tidak bisa menemukan mainannya, tangisannya semakin keras dan lama hingga waktu kegiatan dimulai, ia belum berhenti menangis.
aku menghampirinya dan mengajaknya bicara, "kita main dulu ya, nanti kita cari bakugannya sama-sama."
tapi ia belum mau menuruti ajakanku hingga teman-temannya berkata, "ayo kita belajar dulu, nanti dibantuin cari bakugannya bareng-bareng." dan tak disangka, ia pun tersenyum dan bergabung dengan teman-temannya yang lain. namun sepanjang kegiatan, aku memperhatikan ia tampak sedikit lebih gelisah dibandingkan biasanya, mungkin pikirannya masih tertuju pada bakugannya yang hilang.
saat kegiatan inti usai, ia menagih janji teman-temannya untuk membantu mencari bakugannya yang hilang. kemudian 20 orang anak bekerja sama keliling sekolah mencari bakugan milik temannya yang hilang. ada yang menengok ke kolong meja, menyusuri lapangan rumput, mencarinya ke lantai atas (padahal hilangnya di sekitar kelas di lantai bawah). tapi yang jelas, kerjasama mereka membuatku kagum menggambarkan begitu sayangnya 19 anak terhadap temannya yang sedih.
namun sayang, kerjasama mereka belum membuahkan hasil hingga waktu kegiatan lainnya akan dimulai. aku memberikan saran padanya untuk meminta bantuan mas-mas penjaga sekolah untuk mencarikan bakugannya yang hilang saat mereka menyapu dan membereskan sekolah. dan ia berkata, "mas tolong cari bakugan aku." tapi ternyata ia meminta mas-mas untuk mencarinya sekarang juga dengan pengawasannya. tingkahnya yang menggelikan seperti mandor, aku hentikan dengan maksud ia harus bisa belajar bersabar dan tidak memaksakan kehendaknya pada orang lain.
namun lagi-lagi yang kulakukan membuatnya menangis kembali. ia kemudian mencegat teman-teman dari kelas lain yang baru saja dari lapangan dan menggeledah pakaiannya untuk mencari bakugannya, berlari ke lantai atas dan mencari bakugan di ruang perpustakaan. ia bertanya pada guru yang sedang berada di perpustakaan, "bu, mana bakugan aku?" pertanyaan yang membuat guru itu ternganga heran.
aku kemudian bertanya, "apa bakugan kamu punya kaki?"
ia menjawab, "tidak."
aku bertanya lagi, "apa bakugan kamu bisa berjalan sendiri ke atas, kalau hilangnya di bawah?"
ia menjawab, "tidak." dan berlari lagi ke bawah sambil terus menangis. ia juga berteriak, "aku marah!"
beberapa kegiatan sekolah, tidak ia lalui demi mencari bakugan yang belum sempat ia mainkan bersama teman-temannya. salah satunya adalah pinjam buku di perpustakaan.
menjelang waktu pulang sekolah, aku memanggilnya untuk datang ke perpustakaan meminjam buku. saat itu ia sudah lebih tenang dan tidak menangis lagi.
kemudian aku mengajaknya bicara berdua di perpustakaan.
aku, "kenapa kamu marah dan nangis?"
dia, "bakugan aku hilang."
aku, "kenapa bakugan kamu bisa hilang?"
dia, "soalnya aku lempar."
aku, "kenapa kamu lempar?"
dia, "soalnya aku marah."
aku, "kenapa kamu bisa marah?"
dia, "soalnya aku ga bisa ngecap."
aku, "kenapa kamu ga bisa ngecap?"
dia, "karena aku datang terlambat."
aku, "jadi kenapa kamu marah sebetulnya?"
dia, "karena aku terlambat."
aku, "jadi ibu kika ingin tanya, sebetulnya siapa penyebab hilangnya bakugan kamu?"
dia, "aku."
aku, "jadi kenapa kamu marah pada orang lain karena tidak menemukan bakugan kamu?"
dia pun diam menundukkan kepalanya.
aku berkata lagi, "kita bisa meminta tolong pada orang lain untuk membantu kita, tetapi tidak bisa kita memaksakan mereka untuk memecahkan masalah kita."
lalu, "kamu boleh meminta tolong mas-mas untuk mencarikan bakugan, tapi tidak bisa marah jika bakugannya tidak ditemukan. karena siapa penyebab hilangnya bakugan kamu?"
dia semakin terdiam.
aku, "ibu kika janji akan membantu kamu, tapi ibu kika mohon maaf kalau tidak bisa menemukan bakugannya dan ibu kika akan cerita sama papi kalau bakugan kamu hilang."
ia pun mengangguk.
aku pun tak lupa menjelaskan bahwa peraturan tidak mengecap kartu hebat jika terlambat adalah peraturan yang berlaku untuk semua. tampaknya ia ingin membuktikannya dan ketika bertemu dengan temannya yang pernah terlambat, ia bertanya, "kalau kamu terlambat, kamu ngecap tidak?" dan temannya menjawab, "tidak."
walaupun bakugan belum ditemukan, aku bersyukur ia bisa lebih tenang dan menerima kata-kataku dengan baik. saat pulang, ia dijemput oleh pamannya dan aku ceritakan seluruh kisah hilangnya bakugan hari itu. saat ia dan pamannya menuju mobil, tiba-tiba seorang anak berlari menghampiriku sambil berteriak, "bu, ini bakugannya ketemu di kolong meja!" dan seketika itu juga aku berlari ke area parkir untuk mengejar sang pemilik bakugan. aku ingin ia tenang menjalani akhir minggunya dengan bakugan yang sudah kembali.
wajahnya begitu bersinar melihat bakugan di tanganku dan meluncur ucapan terimakasih dari mulutnya. "terimakasih bu kika, sudah bisa menemukan bakugan aku."
aku membalas, "lala yang nemu bakugan kamu, nanti bilang terimakasih sama lala ya."
dan ia pun menganggukkan kepalanya.
hari senin, ia menepati janjinya. mengucapkan terimakasih pada lala yang menemukan bakugannya dan meminta maaf pada teman-teman yang digeledah bajunya.
salim, dialah pemilik bakugan yang menjadi misteri seharian.
ia yang membuatku belajar bagaimana caranya berkomunikasi dengan baik.
ia yang mengajariku bagaimana caranya mengajar.
karena sebagai orang dewasa, kitalah yang seharusnya menyelami dunia anak-anak agar bisa memahami apa yang dipikirkan dan dirasakannya. mengetahui alasan anak marah dan sedih dan bagaimana cara meredakannya.
seringkali aku menemukan orang dewasa yang ingin melalui jalan pintas untuk meredakan amarah anak tanpa mau mendengarkan pendapatnya. padahal anak-anak sudah bisa diajak untuk berkomunikasi bahkan dari hati ke hati. anak hanya butuh dipahami. orang dewasa hanya perlu mengeluarkan persediaan kesabarannya yang tidak pernah mungkin habis.
terimakasih banyak salim ^_^
pengalaman setahun bersamamu membuatku banyak belajar