Musim penghujan kali ini tidak lagi dapat diterka seperti dulu. Waktu aku kecil, aku yakin musim penghujan hanya akan datang jika bulan di kalender sudah menunjukkan akhiran 'ber'. Tapi sekarang, rasanya setiap saat dan setiap waktu hujan selalu datang dan banjir selalu menghantui di banyak kota. Hujannya pasti tidak akan pernah jadi masalah. Seharusnya begitu. Karena alam bertindak sebagaimana mestinya. Manusia yang menumpang hidup seharusnya yang tahu diri. Alam tidak akan rusak jika tidak ada manusia yang merusaknya. Begitu menurutku.
Semakin padatnya jumlah penduduk di suatu tempat, belum diimbangi dengan kesadaran tiap individunya untuk menjaga alam dan lingkungan yang ditumpanginya. Banyak sekali faktor yang menyebabkan manusia bertindak semena-mena pada alam, dan semua faktor yang ada kemudian saling berhubungan membentuk lingkaran setan yang sulit diputus. Pada akhirnya, alam yang dikorbankan karena alam tidak bisa bicara.
Alam tidak bisa bicara, tapi alam mampu bertindak. Ketika manusia mulai menghalalkan menebang pohon sesuka hati, longsor. Ketika manusia menganggap selokan adalah tempat sampah, banjir. Itu hanya sebagian kecil.
Miris rasanya jika melihat ada manusia-manusia berseragam sekolah maupun kantor instansi tertentu yang naik kendaraan umum dan tanpa merasa bersalah secara spontan membuang sampah bekas makanannya ke jalanan. Jangankan ke jalanan, ke bawah kolong bangku angkot pun menurutku tidak pantas. Itu bukan tempatnya.
Pemahaman manusia-manusia penumpang alam mengenai fungsi selokan pun rasanya belum terlalu baik. Banyak sekali pembangunan perumahan namun kurang memperhatikan selokannya. Seringkali selokan ditutup untuk membuat penghubung antara rumah dan jalanan. Perbaikan jalan belum diimbangi dengan pembuatan selokan yang layak, sehingga dapat dipastikan jalanan akan mudah kembali rusak karena terkikis air hujan yang meluap dari selokan mini yang juga tersumbat sampah.
Hampir 2 bulan yang lalu, ada perbaikan jalan di lingkungan tempat tinggalku. Namun sama seperti yang lainnya, selokan bukan menjadi target perbaikan juga. Akhirnya, inilah yang terjadi...
Jalan bagian kiri terlihat macet karena sistem buka-tutup. Jalan bagian kanan baru selesai dicor dan belum bisa dilalui kendaraan. Selokan di bagian paling kanan sudah benar-benar tidak jelas penampakannya. Tertutup batu-batu sisa renovasi jalan dan juga sampah yang bertebaran.
Selokan mini dengan taburan sampah plastik diatasnya.
Bisa menebak ini apa?
Ini adalah selokan yang semakin menciut di ujungnya. Sampah yang mengalir kemudian tersangkut dan menumpuk.
Lagi-lagi, masih dengan sampah yang meluap.
Foto-foto ini aku ambil sore hari sekitar pukul 5 setelah hujan reda. Hujannya cukup deras dan aku tidak menyangka, ternyata ada daerah yang lebih ekstrim. Jalanan berubah menjadi aliran sungai yang sangat deras. Aku mendapat peringatan dari teman-teman yang mengirimkan gambar situasi banjir tak jauh dari tempat tinggalku dan jalanan yang biasa aku lalui.
Banjir di jalan dekat dengan rumahku, jalan Cihanjuang. Di bagian yang lebih rendah. Aliran airnya sangat deras dan bisa dipastikan sangat berbahaya. Kendaraan tidak mungkin bisa lewat.
Banjir besar di jalan Raya Barat Cimahi, sebelum masuk ke jalan Cihanjuang menuju rumahku.
Warga perumahan di tempat tinggalku, pada akhir pekan kemudian melakukan kerja bakti memperbaiki saluran di depan komplek. Kondisinya kini lebih baik, aliran banjir tidak sederas sebelumnya namun aliran sampah masih datang dari daerah atas. Sehingga selalu menyisakan sampah tiap kali hujan mereda.
Sebagai manusia yang hanya menumpang, ayo kita jaga alam ini. Mulai dari lingkungan terdekat dengan tidak membuang sampah sembarangan. Mengurangi pembuangan sampah plastik. Menanam pohon di hutan untuk penghijauan jika memungkinkan. Melakukan kerja bakti perbaikan saluran pembuangan air / selokan. Lakukan lebih banyak lagi untuk lingkungan, mulai dari diri. Ketika alam mulai bertindak atas perilaku manusia, ketika itu pula akan terlihat kualitas manusia yang menumpang.