29.12.14

WALS Conference 2014 dan Jalan Menuju ke Sana

Berawal dari bulan Februari 2014, kelasku melakukan kegiatan open lesson (kisahnya bisa dibaca di sini). Tak lama berselang, aku menerima sebuah pesan singkat yang mengajakku untuk melakukan sebuah penelitian berdasarkan perilaku anak-anak hari itu. Dan dengan spontannya aku mengiyakan. Penelitian berlanjut hingga bulan Mei 2014, dan aku baru sadar kalau hasil penelitian itu harus dibuat menjadi sebentuk tulisan paper untuk dipresentasikan di ajang internasional.

Bulan Juni 2014, aku diminta (atau ditawarkan) untuk membuka kelasku kembali di bulan November saat school visit dan aku pun lagi-lagi mengiyakan tanpa banyak berpikir panjang. Bulan Agustus, aku baru mendapat kabar dari UPI bahwa guru model untuk kegiatan school visit harus melalui 8 kali proses perencanaan, open class, dan post-lesson discussion. Dan dimulailah perjuangan itu. Aku menyebutnya perjuangan, karena cukup banyak energi yang dikerahkan dariku dan banyak teman. Penelitian yang diwujudkan dalam bentuk paper, persiapan sekolah menyambut tamu yang datang untuk school visit, semuanya bersamaan dengan moment proses pembuatan rapot semester 1.

Setiap Rabu, kelasku mulai didatangi beberapa teman yang tergabung dalam tim lesson study, dosen UPI, dan beberapa mahasiswa UPI yang merekam segala proses yang dijalani. Kelasku banyak belajar pada saat itu. Lelah sudah pasti, bosan setiap minggunya melakukan hal yang serupa, ternyata banyak memberi hikmah. Klise memang. Tapi begitu kenyataannya. Kelasku banyak dibantu dengan banyak mata untuk melihat stimulus yang tepat bagi anak-anak dan memperbaiki pembelajaran di kelas.


Sesi latihan open class setiap Rabu

Latihan open class ini berlangsung sejak Agustus hingga Oktober 2014, selanjutnya aku dan teman-teman yang membuat paper dan harus mempresentasikan hasil penelitiannya mulai berkutat dengan papernya masing-masing. Tanggal 1 November semua paper harus selesai dalam bahasa Inggris. Berita di sebuah harian daerah Jawa Barat memuat tentang rencana guru-guru yang akan melakukan presentasi di konferensi WALS. Hal ini cukup menambah ketegangan mendekati hari-hari tersebut.

Berita di harian Pikiran Rakyat.

Pada tanggal 25-27 November 2014, aku dan beberapa teman guru menghadiri WALS (World Association of Lesson Studies) sebuah konferensi tingkat internasional Lesson Studies yang diadakan di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia). Semua orang yang bergabung di dalamnya adalah orang-orang yang bergerak di bidang pendidikan dan melakukan lesson study sebagai media dalam meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh dunia.

Hari pertama, aku mengikuti sesi dengan beberapa keynote speaker. Mereka menceritakan tentang perkembangan lesson study di negaranya. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Ridwan Kamil, walikota Bandung. Seharian di hari pertama, aku melihat pendidikan dunia melalui penjelasan para keynote speakers. Mereka adalah Jan Vermunt dari Inggris, Manabu Sato dari Jepang, Didi Suryadi dari Indonesia, dan Catherine Lewis dari Amerika.

Upacara pembukaan dan pidato sambutan dari walikota.

Aku dan teman-teman mendapat kesempatan foto dengan Manabu Sato sensei.

Hari kedua, plenary session dimulai, direktur sekolah dan kepala sekolah GagasCeria ikut berpartisipasi untuk mengisi sesi tersebut. Dan cukup banyak guru yang berminat hadir mengikuti sesi itu meski mereka bukan guru pendidikan anak usia dini atau guru sekolah dasar. Mereka tertarik dengan sesi plenary dari GagasCeria karena buku yang sudah kami terbitkan. Buku yang dibagi gratis untuk 200 pendaftar ulang yang pertama dan buku yang juga kami jual di Elmuloka. Buku tentang pengalaman guru-guru melakukan kegiatan lesson study.

Tulisanku ada di halaman 260 ;)

Plenary session.

Siang di hari kedua adalah jadwalku dan partner penelitian untuk melakukan presentasi. Jujur, aku sangat gugup. Aku sudah terbiasa melakukan presentasi, tapi kali ini adalah kali pertamaku melakukan presentasi dalam bahasa Inggris. Bahasa Inggris yang pas-pasan. Mempresentasikan sebuah penelitian ilmiah tentang perkembangan anak usia dini, dalam bahasa Inggris, di hadapan para pakar dari luar negeri. Lengkaplah sudah. Tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi kemudian jika tidak pernah mencobanya? Segala sesuatu butuh kali pertama. Dan Tuhan sudah menunjukkan inilah kesempatanku. 

Sesuatu yang awalnya dianggap mengerikan, ternyata berbuah baik. Peserta yang menghadiri presentasiku dan teman-temanku adalah Jean Lang dari Inggris yang dijadwalkan akan datang ke GagasCeria saat school visit, Pete Dudley yang mengembangkan lesson study di Inggis selama 13 tahun, Catherine Lewis salah satu keynote speaker, dan Christine Lee - President of WALS. Christine Lee yang awalnya belum memutuskan tujuan school visitnya, langsung memilih GagasCeria setelah beberapa kali menghadiri sesi guru-guru Gagasceria saat presentasi. Dan ini suatu kehormatan kami sebagai guru. Malam harinya, aku ikut menghadiri jamuan makan malam dengan walikota Bandung di pendopo. Malam itu sangat membahagiakan.

Atas : sesi aku dan partnerku melakukan presentasi
Bawah : sesi sesama guru GagasCeria melakukan presentasi, aku hadir memberikan dukungan

Yeaaayyyy.... bisa foto bareng dengan pak Ridwan Kamil!


Di hari ketiga, aku dan semua teman-teman menyebar memasuki kelas-kelas sesi presentasi. Aku pun melakukan perkenalan dengan beberapa guru yang melakukan presentasi menarik dan mungkin bisa diaplikasikan di kelasku. Aku dan mereka saling bertukar kartu nama untuk diskusi lebih lanjut.

Hari keempat adalah hari school visit. Kelas dan seluruh ruangan sekolah sudah siap menyambut para tamu. Tim display yang banyak bekerja mempercantik sekolah, memajang banyak karya anak-anak di setiap sudutnya serta merapikan ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan selama school visit berlangsung.

Beberapa display di ruangan sekolah dan kelas

Kelas yang ramai dengan karya buatan anak-anak kelas Bintang.

Karya wajah 'selamat datang' buatan anak-anak kelas Bintang.

Para tamu school visit akan mengikuti kegiatan bersama anak-anak kelas Bintang dengan kegiatan yang sudah direncanakan jauh sebelumnya oleh tim lesson study. Rencana kegiatan ini berubah berulang kali dan pada akhirnya diputuskan untuk mengikuti kesenangan anak saat bermain di sekolah.

Perencanaan bermain yang akhirnya dibuat.

Main bakiak, sonlah, dan galasin sebagai kegiatan kelas yang dilakukan.

Kegiatan refleksi bersama anak-anak di kelas setelah menggambarkan pengalaman dan bercerita.

Post-lesson discussion setelah kegiatan bermain di kelas. Semua observer harus memberikan pendapatnya mengenai kegiatan hari ini dan memberikan masukan untuk perbaikan.

Setelah semua rangkaian kegiatan school visit usai, para tamu kembali berkeliling sekolah.Kata-kata positif dan apresiasi yang diberikan cukup memberikan semangat baru sebagai guru. Kami bisa mengembangkan pendidikan Indonesia, memberi stimulus pada anak-anak dengan bahagia, dan juga bisa mendunia. Hal yang hingga kini terngiang di telingaku adalah ketika Airi Rovio-Jahansson mengatakan, "You are a great teacher." Kalimat pendek pemberi semangat. Dan kami pun menyempatkan untuk berfoto bersama.

Aku, teman-teman GagasCeria, dan para tamu school visit di depan sekolah.

Jean Lang, aku, dan Airi Rovio-Johansson ;)

Setelah semua usai, tim guru-guru GagasCeria berteriak menumpahkan kelegaan karena semua sudah berjalan dengan lancar. Stress, lelah, hingga air mata semua terbayar lunas dan membahagiakan. Kami pun berpelukan di depan sekolah. Mengundang acungan jempol dari pak Tatang Suratno yang selama ini mendampingi dan banyak membantu kami saat proses latihan open class. Terima kasih semuanya.

Kami pun makan-makan pizza sore hari dan siap untuk menyambut lagi rutinitas. Menyelesaikan rapot semester 1 ;)

Siap dengan presentasi selanjutnya di WALS Conference Thailand 2015 dan England 2016? Tunjukkan bahwa Indonesia bisa ;)

Keliling Taman Kota Bandung

Liburan, tanpa diimbangi dengan jadwal cuti suami memang mustahil untuk pergi jauh-jauh. Beda dengan liburan tahun lalu, liburan akhir tahun (tengah semester) kali ini hanya dihabiskan di dalam kota Bandung dan juga di dalam rumah -tentu saja- untuk belajar menu masakan baru. Dan tentunya menjalani pekerjaan rumah tangga yang seringkali mustahil dilakukan di hari-hari kerja.

Sepupu-sepupu dari Jogja, kali ini datang berkunjung sebentar. Hanya 3 hari dan meminta rekomendasi tempat jalan-jalan di Bandung dalam waktu singkat, hemat, dan oke untuk berfoto. Pilihannya jatuh pada wisata taman kota di Bandung. Ya, taman-taman kota di Bandung sedang mengalami perombakan yang sangat besar-besaran. Bertujuan menyediakan lahan hijau terbuka untuk warga Bandung berkumpul dengan teman dan keluarganya di saat senggang. Diharapkan nantinya warga Bandung tidak lagi menjadikan mall sebagai satu-satunya pilihan menghabiskan masa santainya di dalam kota.

Sepupuku sempat bertanya, "Taman Jomblo itu ada apanya?" dan kami pun mengunjungi Taman Pasupati a.k.a Taman Jomblo yang ternyata hari itu sangat teramat penuh ABG lengkap dengan gayanya. Sepupuku pun berkomentar, "Mbak paling tua di sini." Aku setuju. Aku tampak sangat dewasa di lautan ABG hari itu. Memang, Taman Jomblo tidak terlalu banyak menawarkan sesuatu. Hanya akses wi-fi gratis (yang juga tersedia di setiap taman kota Bandung) dan bangku-bangku kubus warna-warni untuk para Jomblo duduk-duduk, siapa tahu tak sengaja bertemu jodohnya. Tak jauh dari situ, ada skate park tempat anak-anak skaters latihan bermain dengan skateboard-nya. Lalu turun lagi ke arah Barat, ada Taman Film yang kerap dipakai untuk komunitas dan keluarga berkumpul. Di Taman Film juga kerap dijadikan sebagai tempat nobar pertandingan bola.


Aku dan para sepupu

Dua bersaudara yang mengabadikan kunjungannya di Taman Film

Komunitas Nebengers yang melakukan kopdar di Taman Film

Selanjutnya, kami mengunjungi alun-alun Bandung yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan di mana-mana. Hampir setiap hari pulang kerja melewati alun-alun tapi baru sekarang aku benar-benar kembali mengijak alun-alun, kali ini dengan rumput sintetisnya. Di sana, aku melihat banyak sekali keluarga berkumpul, ada anak-yang berlari-larian tanpa membuat orangtuanya merasa khawatir jatuh dan terluka parah, ada remaja-remaja yang tidur-tiduran di rumput tanpa takut disangka aneh, ada yang bermain di arena permainannya, dan yang jelas aku melihat ada banyak kebahagiaan. Bahagia yang sederhana hanya dengan rumput buatan, kumpul gratis di tempat yang luas.

Kaki aku juga bahagia

Alun-alun dan Masjid Agung

Aku dan alun-alun

Aku, sepupu, dan alun-alun

Muka-muka bahagia tiduran di rumput dan silau

Selanjutnya, setelah istirahat makan siang dan shalat, kami melanjutkan perjalanan ke Taman Musik. Tapi karena tidak ada musisi yang tampil, kami melanjutkan ke Taman Pustaka Bunga, Taman Lansia, dan Pet Park. Taman-taman itu belum benar-benar tuntas dan masih banyak terlihat park ranger menanam banyak tanaman di sana. Di Pet Park biasanya banyak para pecinta binatang dan komunitasnya yang mengajak peliharaannya untuk datang bermain.

Narsis dengan latar belakang para sepupu di Taman Lansia

Foto bareng di Taman Lansia sebagai doa agar sanggup tumbuh menjadi lansia bersama ;)

Aku tidak banyak menampilkan foto-foto penampakan semua taman kota Bandung. Foto semacam itu kini mudah dilihat dengan mencarinya di Google. Aku hanya bisa menunjukkan wajah-wajah sumringah orang-orang yang mulai merasakan dampak dari taman kota. Taman-taman di Bandung semoga bisa dijaga kebersihannya. 

Foto twitter yang dimention ke bapak dan ibu wali :)


5.10.14

Komunikasi Kreatif

Salah satu kemampuan yang perlu dimiliki oleh anak-anak usia dini adalah melakukan komunikasi sederhana untuk membantunya menjalin interaksi dengan lingkungannya. Namun seringkali banyak kendala yang ditemukan dalam masa golden age mereka dalam hal komunikasi. Kosakata yang masih terbatas, struktur kalimat yang masih terbalik-balik ketika berbicara sehingga sulit dimengerti oleh teman atau bahkan oleh orang dewasa yang berinteraksi dengannya. Anak-anak pun masih kesulitan memahami bahasa abstrak atau memahami makna kata yang sama dengan imbuhan berbeda. 

Di sekolah tempatku mengajar, memahami bahwa komunikasi secara verbal sangat penting pada masa anak-anak belajar berinteraksi sebelum mereka dijejali dengan kemampuan calistung (membaca, menulis, dan berhitung) yang nyatanya sangat banyak dikejar oleh banyak sekolah dan juga orang tua. Di sekolah kami memberi fasilitas anak-anak untuk bermain dan berkreasi dengan bahasa untuk berkomunikasi. Kami menyebutnya dengan 'Komunikasi Kreatif'.

Pada kegiatan ekskul Komunikasi Kreatif anak-anak yang membutuhkan stimulus dalam berkomunikasi atau bahkan membutuhkan sarana untuk menuangkan kemampuan berbahasanya yang tengah meledak-ledak, dibantu dengan kegiatan-kegiatan yang melatih kemampuan berkomunikasinya. Mereka melakukan kegiatan bermain peran, mendengarkan cerita dan mencoba membuat skenario dramanya sendiri, bermain tebak-tebakkan dengan cara mendeskripsikan benda, binatang, atau mainan kesukaan yang dibawa dari rumah. Bahkan mereka juga latihan melakukan wawancara seperti layaknya reporter berita di televisi. Tentu saja, anak-anak yang masih mengalami kesulitan berkomunikasi, tidak mudah langsung dapat menyusun kalimatnya saat berbicara. Seringkali dalam kegiatan Komunikasi Kreatif ini, mereka diajak untuk menggambarkan terlebih dulu topik yang ingin diceritakannya.

Di akhir semester, anak-anak melakukan salah satu proses komunikasi yang lebih 'berat', yaitu bercerita dan tampil di hadapan orang yang jumlahnya lebih banyak. Tidak hanya sekedar bercerita di hadapan teman-temannya dan guru. Orang tua akan diundang untuk hadir dan menyaksikan salah satu proses ini dengan diberi pemahaman bahwa kegiatan assembly atau project fair ini adalah merupakan salah satu proses dalam berkomunikasi, bukan sebagai hasil belajar anak-anak dalam berkomunikasi.

Anak-anak berpura-pura menjadi reporter berita yang memberikan laporan tentang bencana alam pada kegiatan project fair.

Membuat cerita sendiri tentang petualangan alien ke planet Bumi.

Bermain tebak kata benda dengan bantuan deskripsi. Orang tua yang menebak, anak yang membuat deskripsi tentang benda tersebut.

Sebelum anak-anak dipaksakan untuk dapat membaca huruf dan menulis sendiri, orang tua dan juga guru dapat mengajak mereka terlebih dulu bermain dengan komunikasi. Misalnya dengan :
  • Membaca gambar yang ada di buku dan menceritakannya dengan bahasa verbal mereka sendiri, sesuai dengan persepsinya. 
  • Bacakan buku cerita, jelaskan kosakata baru yang baru mereka dengar, lalu ajak anak-anak untuk menggambarkan cerita itu kembali. Minta anak-anak untuk bercerita melalui karya gambar yang telah dibuatnya sendiri.
  • Ajak anak-anak terlibat 'masuk' ke dalam cerita buku yang sudah didengarnya dan bermain peran. Anak-anak yang menjadi tokoh cerita. Anak-anak bisa juga diajak untuk membuat media (boneka tangan sederhana atau wayang kertas) sebagai tokoh cerita yang kemudian dimainkan bersama dengan teman-temannya.
  • Ciptakan lagu atau sajak sederhana dengan mengambil ide dari buku yang sudah dibacakan.
  • Orang tua atau guru dapat menceritakan buku namun tidak sampai akhir cerita. Minta anak-anak untuk mengimajinasikan diri mereka sebagai tokoh cerita dan menentukan sendiri akhir ceritanya.
Selamat mencoba bermain dengan komunikasi bersama anak-anak. Ayo melakukan komunikasi dengan kreatif, sebelum memaksa anak belajar membaca dengan benar-benar membaca secara teknis, dan hanya menulis tanpa paham maknanya.

6.9.14

"Ibu, kapan datang ke sini lagi?"

Bulan Ramadhan yang lalu, aku dan teman-teman yang tergabung dalam Gerakan Bandung Ber-AKSI rutin mengisi kegiatan mendongeng di Masjid Hidayatussalamah, daerah Kalipah Apo Bandung, setiap hari Jumat sore selepas waktu Ashar. Semacam mengisi kegiatan ngabuburit yang menyenangkan untuk anak-anak. Selain mendongeng dengan menggunakan buku dari Tunas Integritas, kami juga menciptakan berbagai kegiatan yang menarik bagi anak-anak. Ide kegiatan diambil dari buku Tunas Integritas yang dibacakan setiap minggunya.

Pekan pertama kegiatan belum dimulai. Gerakan Bandung Ber-AKSI baru menyepakati sanggup mengirim relawannya untuk mendongeng secara rutin selama sisa Jumat di bulan Ramadhan. Pekan selanjutnya, kegiatan diisi dengan dongeng Tunas Integritas bersama Ibu Yulita dan Ms. Julie, guru-guru SD GagasCeria yang juga tergabung dalam Gerakan Bandung Ber-AKSI. Mereka membacakan dongeng dan membuka pojok baca di dalam masjid untuk semakin menumbuhkan minat baca bagi anak-anak. Banyak buku bacaan anak yang diboyong dari perpustakaan Elmuloka.


Ibu Yulita sedang mendongeng di hadapan anak-anak (dan beberapa ibu) di Masjid Hidayatussalamah Bandung.

Pojok baca yang menarik untuk anak-anak. Ternyata mereka sangat suka membaca.

Pertemuan pada pekan selanjutnya, Ibu Nora, Ibu Sri, dan Ibu Wulan mendapatkan gilirannya. Mereka adalah guru-guru playgroup dan TK yang hebat bercerita boneka bahkan menciptakan lagu yang idenya diambil dari buku Tunas Integritas. Ekspresi suara yang berganti-ganti, membuat anak-anak terpaku menyimak dongeng hari itu.

Dongeng dengan boneka tangan.

Lagu ciptaan Ibu Wulan.

Ibu Nora mengenalkan lagu ciptaan Ibu Wulan pada anak-anak.

Pada pekan menjelang Ramadhan berakhir, giliran aku, Achie, dan Risna didampingi juga oleh Pak Indra, yang berkunjung ke Masjid Hidayatussalamah untuk mendongeng dan juga mengajak anak-anak berkarya. Aku membacakan cerita berjudul 'Secukupnya Saja' dari salah satu seri buku Tunas Integritas. Cerita ini mengajak anak-anak tidak berlebihan saat makan, mau berbagi pada teman-teman yang saat itu tidak membawa bekal makanan. Aku menghubungkannya dengan momen bulan Ramadhan dan mengajak anak-anak tidak berlebihan saat berbuka puasa. Kemudian kami juga mengajak anak-anak berkarya membuat celengan dari botol bekas yang kami minta mereka bawa dari rumahnya masing-masing. Karya ini dihubungkan dengan momen lebaran yang akan segera tiba. Anak-anak diajak untuk menabung uang yang mereka dapatkan dari saudaranya saat lebaran nanti.

Ekspresiku saat mendongeng.

Anak-anak mulai mencoba berkarya dengan botol bekas.

Aku, Achie, dan Risna merupakan relawan terakhir yang berkegiatan di Masjid Hidayatussalamah. Kami pun tidak sempat untuk diam lebih lama untuk berbuka puasa bersama dengan anak-anak di masjid. Kami lalu berpamitan pada anak-anak untuk pulang dan mereka pun satu persatu menyalami, cium tangan, seraya bertanya, "Kenapa ga buka puasa di sini?" Ada pula yang bertanya, "Jumat depan ke sini lagi kan?" Tapi ketika aku menjawab 'tidak', mereka pun kembali bertanya, "Ibu, kapan datang ke sini lagi?"

Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang membuat terharu. Bahagia rasanya bisa berbagi cerita tentang karakter baik melalui dongeng. Dan yang pasti, Gerakan Bandung Ber-AKSI masih akan terus berlanjut bersama dongeng Tunas Integritas-nya.

5.9.14

Gerakan Bandung Ber-AKSI

Gerakan Bandung Ber-AKSI adalah suatu gerakan BERcerita AntiKorupSI, yang aktif dimulai sekitar bulan Mei 2014. Bandung di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil, berkomitmen untuk menjadikan Bandung lebih 'bersih'. Gerakan Bandung Ber-AKSI dengan buku Tunas Integritas-nya, berkeliling kota Bandung untuk mendongeng mengajak anak-anak menyimak cerita tentang kejujuran, hidup sederhana, dan cerita karakter baik lainnya. Buku ini bercerita tentang kebaikan, tidak ada cerita korupsi, bahkan tidak ada kata korupsi di dalamnya. Kata korupsi haram untuk dikenal oleh anak-anak.

6 seri buku Tunas Integritas KPK dengan beberapa cerita pendek khas anak-anak dan contoh kegiatan berkarya.

Satu set buku cerita anak ini, KPK bagikan secara cuma-cuma bagi Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang juga berkomitmen untuk terus mendongengkannya pada anak-anak. Para guru dan pengurus TBM diharapkan dapat terus menggunakan buku Tunas Integritas ini untuk menyebar cerita karakter baik, menanamkannya dalam kehidupan sehari-hari hingga mampu menguatkan karakter anak-anak. Aku sebagai guru anak usia dini, juga membuat jadwal rutin bercerita karakter dengan memanfaatkan buku-buku ini. Menciptakan kegiatan baru yang idenya diambil dari cerita buku tersebut.

Aku membacakan cerita tentang karakter kejujuran.

Selain guru yang bercerita, anak-anak yang sudah mulai bisa membaca buku ceritanya sendiri, dikenalkan dengan buku-buku Tunas Integritas. Pada waktu senggang, mereka akan mencoba membaca buku itu sendirian atau berkelompok bersama dengan teman-temannya.

Anak-anak yang membaca buku bersama di waktu senggangnya di sekolah.

Selain 'hanya' mendongengkan buku-buku Tunas Integritas, aku mencoba mengintegraasikannya dengan tema yang sedang berjalan di kelas. Saat tema mengenai lingkungan tengah dibahas di kelas, aku membacakan cerita 'Kota Oncom' tentang kota yang sangat bersih, tertib, warganya malu jika melanggar aturan, selalu tepat waktu, dan segala karakter baik lainnya. Lalu, aku mengajak anak-anak untuk membayangkan apa yang akan dilakukannya agar Bandung menjadi kota sebaik Kota Oncom.

Anak-anak bersiap mendengar cerita 'Kota Oncom'

Anak-anak kelasku kemudian menciptakan rancangan robot penjaga lingkungan yang akan membantu polisi dan petugas kebersihan untuk membuat Bandung menjadi lebih bersih dan tertib.

Rancangan robot penjaga lingkungan yang terbuat dari sampah anorganik.

Anak-anak kemudian menyebutkan harapannya terhadap kota Bandung. Ada yang ingin Bandung menjadi lebih bersih, orang-orang tidak membuang sampah sembarangan agar Bandung tidak banjir lagi. Kemudian ia menciptakan robot pembersih yang memiliki tempat untuk menyimpan sampah organik dan sampah anorganik. Ada pula yang membuat robot agar warga Bandung dapat menaati aturan berlalu lintas. Ia mengatakan, "Kalau ada motor yang naik ke trotoar, robotnya bisa ngeliat dari jauh, terbang trus datang buat ngangkat motornya buat balik lagi ke jalan."

Mendongeng adalah salah satu usaha sederhana untuk menerapkan berbagai karakter baik bagi anak-anak. Dan usaha ini yang terus dilakukan secara aktif oleh komunitas Gerakan Bandung Ber-AKSI di kota tercinta. Namun gerakan ini tidak akan menutup kemungkinan untuk terus menyebarkan dongeng kebaikan bagi anak-anak Indonesia.

30.8.14

Melihat Dunia

Melihat dunia adalah salah satu impianku sebelum cita-cita yang lebih besar, dunia yang melihatku. Aku memang punya mimpi yang muluk, yang mungkin orang akan tertawa jika mendengarnya. Karenanya aku hanya sanggup menuliskan mimpiku dan menerbangkannya bersama lampion, berharap Tuhan sudi membaca dan mengabulkan sedikit demi sedikit mimpiku.

Awal tahun, aku mendapatkan kabar bahwa aku mendapatkan hadiah untuk pelesiran ke negeri seberang, biaya perjalanan serta akomodasi lainnya ditanggung. Kecuali biaya shopping khas wanita yang ini dan itu ingin dibeli. Menjelang akhir Februari aku berangkat bersama 11 orang teman lainnya. Terbang dengan AirAsia, untuk menjejakkan kaki lagi di negeri asing, dan untuk pertama kalinya tak berbayar. Aku menuju gerbang dunia.



Aku menjejakkan kaki di bandara. Kaki dan badan masih terasa bugar :)

Hari pertama, tepatnya jam pertama aku menjejakkan kaki di negeri ini, yang dituju adalah sebuah pameran buku besar. Pameran yang memberi diskon tidak tanggung-tanggung tanpa menaikkan harga lebih dulu. Aku dan teman-teman mengisi dua koper penuh dengan buku pendidikan dan buku dongeng anak-anak. Pelajaran pertama yang kudapat, buku bagus di sini mudah didapat dengan harga yang realistis, karena memang pameran semacam ini diadakan rutin.

Setelah puas berbelanja buku, kami menuju hotel dengan menggunakan transportasi umum MRT dan bus. Dengan membawa banyak koper, kami tetap nyaman, begitu pula penumpang lainnya yang tidak terganggu dengan barang bawaan kami. Pelajaran selanjutnya, kota/negara yang kaya adalah yang mampu memaksa penduduknya menaiki transportasi umum, bukan memaksa mereka membeli transportasi pribadi karena tidak mampu melayani warganya dengan transportasi umum yang layak.


Aku dan beberapa teman di MRT dan lobi hotel tempat kami menginap dengan koper barang bawaan ditambah koper belanjaan buku.

Petualangan jalan-jalan dan belanja kemudian berlanjut. Aku semakin mengamati negeri kecil yang sangat maju ini. Menyempatkan naik taksi dan berbincang dengan supir taksi warga keturunan India tentang hukum, multibudaya, dan multiagama yang berjalan indah di sana. Semakin dalam aku berpikir, "Mengapa Indonesia belum sepenuhnya mampu setoleran itu?" Dalam setiap perjalanan kaki yang aku lalui selama di negeri itu, aku tak henti-hentinya berpikir. Semua aku pikirkan, tentang diri sendiri, profesi yang kujalani, hingga negaraku yang besar secara wilayah. Aku ingin Indonesia berubah menjadi lebih baik, dan semua bisa terjadi diawali dengan aku yang juga berubah. Menjalani semua yang ada dalam hidupku tidak hanya berorientasi pada diri sendiri dan keluarga, tetapi lebih luas.

Patung-patung yang menggambarkan segalanya. Multibudaya dan multiagama.

Hari selanjutnya, aku berkunjung ke Universal Studio. Tentu, setiap turis yang datang pasti tidak akan melewatkan berfoto di depan bola dunia raksasa sebagai simbol kunjungannya dengan berbagai pose manis. Aku juga berfoto di sana, dengan tatapan seakan-akan melihat dunia. Dalam hati tentu aku berdoa, kini aku melihat dunia, suatu saat dunia akan melihatku. Entah untuk apa, tapi kuharap karena prestasi yang kubuat.

Aku melihat dunia.

Di negeri multibudaya ini, aku dan teman-teman seakan berjanji dan bermimpi bahwa suatu saat dengan prestasi yang diukir kami sanggup menjejakkan kaki bersama atau masing-masing ke tempat berbeda agar dunia menatap. Perjalanan singkatku ke negeri kecil saat itu, banyak membuatku berpikir akan banyak hal. Menata kembali impian dan cita-cita untuk perubahan diri dan dunia (semoga tidak ada yang menertawakan lagi impian mulukku). Dan AirAsia yang mengantarku pada gerbang impian serta kedalamanku berpikir untuk berubah menjadi lebih baik dan membawaku kembali pulang pada negeri sendiri dan realita.

Jejak kaki janji, akan membuat dunia menatap kami atas prestasi.

Pulang bersama AirAsia membawa mimpi baru.