30.8.14

Melihat Dunia

Melihat dunia adalah salah satu impianku sebelum cita-cita yang lebih besar, dunia yang melihatku. Aku memang punya mimpi yang muluk, yang mungkin orang akan tertawa jika mendengarnya. Karenanya aku hanya sanggup menuliskan mimpiku dan menerbangkannya bersama lampion, berharap Tuhan sudi membaca dan mengabulkan sedikit demi sedikit mimpiku.

Awal tahun, aku mendapatkan kabar bahwa aku mendapatkan hadiah untuk pelesiran ke negeri seberang, biaya perjalanan serta akomodasi lainnya ditanggung. Kecuali biaya shopping khas wanita yang ini dan itu ingin dibeli. Menjelang akhir Februari aku berangkat bersama 11 orang teman lainnya. Terbang dengan AirAsia, untuk menjejakkan kaki lagi di negeri asing, dan untuk pertama kalinya tak berbayar. Aku menuju gerbang dunia.



Aku menjejakkan kaki di bandara. Kaki dan badan masih terasa bugar :)

Hari pertama, tepatnya jam pertama aku menjejakkan kaki di negeri ini, yang dituju adalah sebuah pameran buku besar. Pameran yang memberi diskon tidak tanggung-tanggung tanpa menaikkan harga lebih dulu. Aku dan teman-teman mengisi dua koper penuh dengan buku pendidikan dan buku dongeng anak-anak. Pelajaran pertama yang kudapat, buku bagus di sini mudah didapat dengan harga yang realistis, karena memang pameran semacam ini diadakan rutin.

Setelah puas berbelanja buku, kami menuju hotel dengan menggunakan transportasi umum MRT dan bus. Dengan membawa banyak koper, kami tetap nyaman, begitu pula penumpang lainnya yang tidak terganggu dengan barang bawaan kami. Pelajaran selanjutnya, kota/negara yang kaya adalah yang mampu memaksa penduduknya menaiki transportasi umum, bukan memaksa mereka membeli transportasi pribadi karena tidak mampu melayani warganya dengan transportasi umum yang layak.


Aku dan beberapa teman di MRT dan lobi hotel tempat kami menginap dengan koper barang bawaan ditambah koper belanjaan buku.

Petualangan jalan-jalan dan belanja kemudian berlanjut. Aku semakin mengamati negeri kecil yang sangat maju ini. Menyempatkan naik taksi dan berbincang dengan supir taksi warga keturunan India tentang hukum, multibudaya, dan multiagama yang berjalan indah di sana. Semakin dalam aku berpikir, "Mengapa Indonesia belum sepenuhnya mampu setoleran itu?" Dalam setiap perjalanan kaki yang aku lalui selama di negeri itu, aku tak henti-hentinya berpikir. Semua aku pikirkan, tentang diri sendiri, profesi yang kujalani, hingga negaraku yang besar secara wilayah. Aku ingin Indonesia berubah menjadi lebih baik, dan semua bisa terjadi diawali dengan aku yang juga berubah. Menjalani semua yang ada dalam hidupku tidak hanya berorientasi pada diri sendiri dan keluarga, tetapi lebih luas.

Patung-patung yang menggambarkan segalanya. Multibudaya dan multiagama.

Hari selanjutnya, aku berkunjung ke Universal Studio. Tentu, setiap turis yang datang pasti tidak akan melewatkan berfoto di depan bola dunia raksasa sebagai simbol kunjungannya dengan berbagai pose manis. Aku juga berfoto di sana, dengan tatapan seakan-akan melihat dunia. Dalam hati tentu aku berdoa, kini aku melihat dunia, suatu saat dunia akan melihatku. Entah untuk apa, tapi kuharap karena prestasi yang kubuat.

Aku melihat dunia.

Di negeri multibudaya ini, aku dan teman-teman seakan berjanji dan bermimpi bahwa suatu saat dengan prestasi yang diukir kami sanggup menjejakkan kaki bersama atau masing-masing ke tempat berbeda agar dunia menatap. Perjalanan singkatku ke negeri kecil saat itu, banyak membuatku berpikir akan banyak hal. Menata kembali impian dan cita-cita untuk perubahan diri dan dunia (semoga tidak ada yang menertawakan lagi impian mulukku). Dan AirAsia yang mengantarku pada gerbang impian serta kedalamanku berpikir untuk berubah menjadi lebih baik dan membawaku kembali pulang pada negeri sendiri dan realita.

Jejak kaki janji, akan membuat dunia menatap kami atas prestasi.

Pulang bersama AirAsia membawa mimpi baru.


No comments: